Anak kecil adalah makhluk yang penuh rasa ingin tahu namun sering kali orang tua merasa sulit untuk menjelaskan padanya tentang sesuatu yang tidak bisa dia lihat. Hal ini sering kali membuat orang tua menjadi kebingungan ketika si kecil bertanya “Allah itu dimana dan seperti apa?”
Sebuah majalah berusaha mengupas masalah ini dengan memuat “kreativitas” orang tua untuk menjelaskan hal ini pada anak-anak mereka. Jawaban yang ada antara lain:
“Allah itu ada di langit, tepatnya langit ke tujuh… dst…”
“Allah ada di mana-mana. Allah ada di hati kita, ada di jantung kita,… dst…”
“Allah ada di arsy sana. Tahukah kalian kalau arsy adalah langit ke tujuh?… dst…”
Maha suci Allah dari persangkaan bahwa Dia bercampur dengan makhluk. Allah dekat dengan kita tapi Allah tinggi dan tidak bercampur dengan makhluk. Allah bersemayam di atas Arsy (Arsy bukan langit ke tujuh!!!), tidak bercampur dengan hati manusia, jantung manusia ataupun dengan langit karena semua itu adalah makhluk. Permasalahan ini telah dijelaskan oleh para ulama. Untuk pembahasan lebih dalam, kita bisa merujuk pada kitab-kitab mereka
Tidak Sekedar Semangat
Sungguh mulia niatan kita untuk mengenalkan Allah subhanahu wata’ala pada anak-anak kita sejak mereka masih kecil. Memang seperti itulah seharusnya sebagai seorang pendidik. Namun demikian tidak cukup dengan sekedar semangat karena jika sekedar semangat, bisa jadi yang kita ajarkan ternyata hanyalah prasangka-prasangka kita, tidak tahu apakah benar atau tidak. Padahal standar kebenaran bukanlah prasangka. Bisa jadi menurut kita benar tetapi tenyat bukan itu kebenaran.
Wakaf Qur’an untuk Santri Penghafal Qur’an: 1 Huruf = 10 Kebaikan
Lalu bagaimana kita tahu benar atau salah?
Jawabannya tentu dengan ilmu karena dengan ilmu maka bisa dibedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sunnah dan mana yang bid’ah, mana yang halal dan mana yang haram. Jangan sampai kita menjadi seorang muslim yang salah sangka karena kebodohan kita. Yang benar kita sangka salah, yang salah justru kita sangka benar. Hidayah kita sangka kesesatan dan kesesatan justru kita sangka hidayah.
Tak Cukup Dengan Yang Umum-Umum Saja
Sesunguhnya kebanyakan dari mengetahui namun pengilmuannya secara umum saja. Kita tahu bahwa dosa itu buruk tapi kita tidak tahu apa saja yang termasuk dosa melainkan sekedar menurut persangkaan kita dan anggapan masyarakat. Kita tahu bahwa syirik adalah dosa yang paling besar namun tidak tahu amalan dan keyakinan apa yang termasuk di dalamnya. Kita tahu bahwa Al Quran adalah petunjuk tapi kita tidak tahu perkara apa yang ditunjukkan oleh Al Quran.
Seperti kasus di atas, kita tahu bahwa kita harus mengenalkan Allah pada anak-anak kita tapi kita tidak tahu terhadap apa yang harus kita kenalkan. Maka beginilah hasilnya jika tanpa ilmu, yang kita ajarkan hanyalah bualan-bualan kita dan prasangka-prasangka kita. Bahkan tentang Allah subhanahu wata’ala kita berani ceplas-ceplos berbicara tanpa pijakan. Maka pengetahuan secara umum saja tidak cukup, bahkan nyaris tidak mendatangkan manfaat apa-apa.
Berpayah-Payah Tapi Tak Sampai Tujuan
Sungguh merugi keadaan orang yang bersemangat melakukan kebaikan tapi tidak berbekal dengan ilmu. Seorang ibu hendak mengajarkan pada anaknya tentang kebaikan tapi dia tidak tahu apa itu kebaikan. Dia berpayah-payah menanamkan kebiasaan berdoa sebelum makan. Bahkan dengan telaten dia menuntun dan menemani anaknya berdoa setiap sebelum makan. Akhirnya yang dia ajarkan berhasil. Setiap hendak makan otomatis anaknya berdoa “Allahumma baariklanaa fii maa rozaktanaa wa qinaa ‘adzabannaar”. Si ibu merasa senang karena merasa telah berhasil, padahal jika memang benar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam yang hendak dia contoh maka dia telah tertipu. Yang Rasulullah ajarkan untuk dibaca sebelum makan adalah “bismillah”. Lalu siapa yang hendak dicontoh? Rasulullah atau yang lain?
Follow Instagram Kami: hasmipeduliorg
Yuk Belajar Ilmu Agama
Tidak terlambat! Maka mulai dari sekarang mari kita bekali dan belajar ilmu agama. Jangan mau menjadi seorang muslim yang salah sangka! Merasa telah berbuat sebaik-baiknya di dunia tapi ternyata amalan kita sia-sia.
Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya:
“Katakanlah, apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia) perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Alhamdulillah sekarang sangat mudah untuk mendapatkan ilmu bagi orang-orang yang mau mencari. Majelis ilmu ada di mana-mana, buku-buku telah banyak yang diterjemahkan, situs-situs Islam sangat mudah untuk diakses. Lalu apa lagi yang menghalangi kita? Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang terhalangi dari ilmu karena kemalasan atau karena kesombongan.
Wahai para ibu!
Wahai para calon ibu!
Sungguh mulia niatan kita untuk peduli dengan urusan dien anak-anak kita di saat banyak yang acuh terhadapnya dan merasa cukup dengan dunia. Namun demikian tidak cukup dengan sekedar semangat. Penuhi kantung-kantung perbekalan dengan ilmu! Apa yang mau kita ajarkan pada anak-anak kita kalau kita tidak punya apa-apa? Wallahu a’lam.
***
Penulis: Ummu Ayyub
Calon Ibu Wajib Semangat Belajar Ilmu Agama
Disalin dari https://muslimah.or.id/30-wahai-ibu-semangatlah-belajar-ilmu-agama.html