MU’TAZILAH
Mu’tazilah berasal dari kata bahasa Arab “I’tazala, Ya’tazilu, ‘itizalan “ yang berarti memisahkan diri.
Adapun secara istilah Mu’tazilah adalah sebuah aliran yang menyimpang dari Ahlus sunnah yang memiliki lima pokok keyakinan (al Ushul Khomsah), meyakini dirinya merupakan kelompok moderat di antara kelompok ekstrem yaitu murji’ah yang berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar sempurna imannya dan Khowarij yang menganggap pelaku dosa besar adalah kafir.
- Awal Kelahiran dan Penamaan Mu’tazilah
Imam Hasan Al-Bashri mempunyai pengajian di masjid Bashrah. Pada suatu hari seorang laki-laki masuk ke dalam pengajian Imam Hasan Al-Bashri dan bertanya, “Wahai imam, di zaman kita ini telah muncul kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar yaitu kalangan Wa’idiyyah (Khawarij) dan juga muncul kelompok lain yang mengatakan bahwa maksiat tidak membahayakan iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat sama sekali bila bersama kekafiran yaitu kelompok murji’ah. Bagaimana sikap kita? Imam Hasan al-Bashri terdiam memikirkan jawabannya, saat itulah murid beliau yang bernama Washil menyela, “Saya tidak mengatakan pelaku dosa besar itu mukmin secara mutlak dan tidak pula kafir secara mutlak, namun dia berada di antara dua keadaan, tidak mukmin dan tidak pula kafir. “
Jawaban ini tidak sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin namun imannya kurang. Tentu saja Imam Hasan al-Bashri membantah jawaban Washil yang tidak berlandaskan dalil tadi. Washil lalu pergi ke salah satu sudut masjid, maka Imam Hasan al-Bashri berkata, “Ia telah memisahkan diri dari kita (I’tazalanaa)”. Sejak saat itu ia dan orang-orang yang mengikutinya disebut mu’tazilah, artinya kelompok yang memisahkan diri (menyempal).
- Aqidah dan Ajaran Mu’tazilah
- Berpegang teguh dengan lima landasan utama dalam membangun agama (Al-Ushulul-Khomsah). Lima landasan tersebut adalah:
- Tauhid. Menurut mereka tauhid adalah mengingkari sifat-sifat Alloh, karena menetapkannya berarti menetapkan banyak dzat yang qodim, itu artinya menyamakan makhluk dengan Khaliq dan menetapkan ada banyak Sang Pencipta. Mereka mena’wil sifat-sifat Alloh dengan mengatakan sifat Alloh adalah Dzat-Nya. Sebagai contoh, Alloh ‘Alim (Maha Mengetahui) maknanya adalah ilmu Alloh adalah Dzat-Nya, dan seterusnya. Di antara sebagian konsekuensinya, mereka mengingkari ru’yatulloh di akhirat dan mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk.
- Al-‘Adl (keadilan). Keadailan versi mereka adalah menolak takdir karena menetapkannya berarti Alloh mendzalimi hamba-Nya.
- Infadzu al-Wa’id (pelaksanaan janji). Maknanya orang yang berbuat dosa besar bila belum bertaubat sebelum meninggal, pasti kekal di nereka dan tidak ada syafaat baginya. Mereka mengatakan jika Alloh mengancam hamba-Nya dengan suatu ancaman maka Alloh wajib menyiksanya dan tidak boleh mengingkari ancaman-Nya karena Alloh tidak mengingkari janji-Nya. Alloh tidak memberi maaf dan ampunan bagi orang yang dikehendaki-Nya dan tidak pula mengampuni pelaku dosa besar yang tidak bertaubat.
- Al Manzilah Baina Manzilataini (suatu keadaan di antara dua keadaan). Maksud dari landasan tersebut adalah pelaku dosa besar keluar dari iman dan tidak masuk dalam kekafiran.
- Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Maksudnya adalah boleh melawan para pemimpin dan memerangi mereka dengan pedang (senjata).
- Mengandalkan akal secara penuh dalam masalah aqidah. Mereka mendahulukan akal atas nash, mena’wilkan ayat yang tidak sesuai dengan akal mereka dan menolak hadis yang bertentangan dengan akal mereka. Mereka terkenal berani dan melampaui batas dalam menggunakan akal karena itu mereka sering disebut dengan kaum rasionalis.
- Menghujat dan mencela para sahabat Rosululloh Sholallohu ‘alaihi Wassalam. Mu’tazilah gemar mengkritk dan mencela sahabat dengan tuduhan-tuduhan keji dan palsu. Mereka juga mengkritik keras ijtihad para sahabat dengan tuduhan mendahulukan hawa nafsu daripada nash.
- Mengingkari hadis mutawatir.
- Menolak argumentasi (hujiah) hadis ahad.
- Tokoh-Tokoh Mu’tazilah
- Washil bin Atho’. (80-131H). Pemikirannya adalah pelaku dosa besar tidak beriman dan tidak kafir.
- Amru bin Ubaid Abu Utsman Al-Bashri (Wafat 144 H). Pemikirannya adalah menolak hadis yang tidak sesuai akal.
- Abu Hudzail Al-‘Allaf (Wafat 235 H). Pemikirannya adalah kemampuan Alloh itu fana (tidak kekal) ketika sudah fanam aka Alloh tidak mempunyai kemampuan sama sekali, Seluruh sifat Alloh itu Dzat-Nya, dan seorang mukallaf wajib mengetahui Alloh sebelum datangnya wahyu artinya akal semata sudah cukup menjadi tegakknya hujah.
- Ibrahim bin Sayar al-Nadam (wafat 231 H). Ia murid Abu Hudzail Al-‘Alaf. Pemikirannya adalah Alloh tidak mempunyai Qudrah atas perbuatan jahat, artinya perbuatan jahat atau maksiat berasal dari manusia semata, al-Qur’an tidak mempunyai mukjizat, dan mengingkari mukjizat nabi.
- Abu Utsman Al-Jahidz.Bisyr al-Mu’tamad (wafat 226 H).Ma’mar bin Ibad As-Silmy (wafat 320 H).
- Abu Musa Isa bin Shubaih (wafat 326 H).
- Tsumamah bin Asyras Al-Numairi (wafat 312 H). Ia menyakini setiap fasik kekal di neraka.
- Abu Husain bin Abu Umar al-Khayyath (wafat 300 H). Pemikirannya adalah segala sesuatu yang tidak ada itu jism (badan). Sesuatu sebelum ia ada merupakan badan. Dengan pendapatnya ia ini makai a menyatakan bahwa alam itu kekal.
- Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad bin Abdul Jabbar Al-Hamdhany (wafat 414).