MURJI’AH
- Definisi dan Sejarah Perkembangannya
Murji’ah berasal dari kata al-irjâ’, yang berarti mengakhirkan. Adapun menurut istilah sebagaimana yang dijelaskan Imam Ahmad, Murji’ah adalah orang-orang yang meyakini bahwa iman itu hanya dengan ucapan lisan saja. Menurut mereka tidak ada seorang pun yang melebihi orang lain dalam keimanan, keimanan mereka sama saja dengan keimanan para nabi ataupun para malaikat. Menurut mereka, keimanan itu tidak bertambah dan tidak juga berkurang. Keimanan itu tidak ada pengecualian. Orang yang telah mengucapkan keimanannya dengan lisan telah dianggap sebagai mukmin sejati walaupun tidak mengamalkan keimanan tersebut dengan perbuatan.”
Kelompok Murji’ah sejati adalah mereka yang mengatakan bahwa dosa tidak akan membahayakan keimanan, sebagaimana ketaatan tidak akan memberi manfaat pada kekufuran. Pendapat ini disampaikan oleh Jahm dan para pengikutnya.
Aliran Murji’ah muncul untuk menghadang paham Khowarij yang mengafirkan Hakamain (dua orang yang memutuskan perkara dalam masalah Ali dan Muawiyah), juga untuk menghadang kubu Ali bin Abi Thalib.
Pada awalnya gerakan Irja’ hanyalah gerakan politik yang tidak menyangkut perkara iman, tetapi hanya berkaitan dengan penangguhan perkara para mujahid dari kalangan sahabat kepada Allah. Gerakan yang awalnya hanya bernuansa politik ini pertama kali dipelopori oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Ibnu Sa’ad berkata bahwa Al-Hasan adalah orang yang pertama kali mengatakan tentang Irja’. Dikisahkan bahwa Zadzan dan Maisaroh datang kepadanya dan langsung mencelanya, lantaran sebuah buku yang ia tulis tentang Irja’, Al-Hasan berkata pada Zadzan, “Wahai Abu Umar, sungguh aku lebih suka mati dan aku dalam keadaan tidak menulis buku tersebut.”
Buku yang ditulis oleh Al-Hasan ini hanyalah Irja’ tentang sahabat yang ikut serta dalam fitnah perselisihan yang terjadi setelah wafatnya Syaikhani (Abu Bakar dan Umar). Sebenarnya Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok pemberontak Syiah yang terlampau mengagumkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khowarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan Utsman.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menegaskan bahwa yang dimaksud Irja’ yang dibawa oleh Al-Hasan adalah Irja’ yang tidak dicela oleh Ahlus Sunnah –Irja’ yang tidak berkaitan dengan iman.
Dalam perjalannannya paham Irja’ mulai memasuki ranah aqidah terutama dalam masalah iman. Para penganut paham Irja’ berkeyakinan bahwa amal bukan bagian dari iman. Sehingga, jika ada pelaku dosa besar maka dosa tersebut sama sekali tidak membahayakan imannya sedikitpun.
- Peyimpangan Murji’ah
- Murjiah meyakini bahwa iman hanyalah sebatas meyakini dan mengetahui dalam hati atau ucapan dalam lisan saja. Jadi, iman tidak masuk dalam ranah perbuatan.
- Amal bukan termasuk dalam hakikat iman dan tidak termasuk bagian dari iman.
- Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
- Kufur kepada Alloh terjadi karena manusia tidak mengetahui Alloh, sedangkan iman kepada Alloh cukup dengan mengetahui Alloh saja tanpa harus disertai dengan amal perbuatan.
- Pelaku kemaksiatan tetap dikatakan sebagai seorang mukmin yang sempurna imannya (Mukmin kamilul iman)
- Manusia itu pencipta amalnya sendiri dan Alloh tidak bisa melihatnya di akhirat nanti. Pemahaman ini juga dianut oleh kalangan Mu’tazilah.
- Bodoh kepada Alloh adalah kufur kepada Alloh.
- Pembagian Murji’ah
- At Tarikah
Mereka mengatakan tidak ada kewajiban bagi seorang hamba kepada Alloh selain hanya beriman saja. Barangsiapa yang telah beriman kepada Alloh dan mengenalnya maka dia boleh berbuat sesukanya.
- As Saibah
Mereka mengatakan, “Sesungguhnya Alloh membiarkan hamba-Nya untuk berbuat sesukanya.”
- Ar Rojiah
Mereka berkata, “kami tidak mengatakan taat bagi orang-orang yang taat, dan juga tidak menyebut maksiat bagi orang yang melakukan perbuatan maksiat karena kami tidak mengetahui kedudukan mereka di sisi Alloh.”
- Asy Syakiah
Mereka berkeyakinan bahwa ketaatan bukanlah dari iman.
- Baihasyiah
Mereka mengatakan bahwa iman itu adalah ilmu. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang hak dan yang batil, juga tidak mengetahui halal dan haram maka dia telah kafir.
- Manqushiah
Mereka berkeyakinan bahwa iman itu bertambah namun tidak berkurang.
- Mustatsniah
Mereka berkeyakinan tidak ada penafian atau istitsna’ dalam hal keimanan.
- Musyabbihah
Mereka berkeyakinan bahwa Alloh mempunyai penglihatan dan tangan namun tangan dan penglihatan tersebut sebagaimana tangan dan penglihatan manusia.
- Hasyawiyah
Mereka berkeyakinan bahwa orang-orang yang meninggalkan sunnah sama halnya dengan orang yang meninggalkan amalan fardhu.
- Dzahiriah
Mereka adalah orang-orang yang tidak menggunakan qiyas.
- Bid’iyyah
Mereka adalah yang pertama membuat bid’ah pada umat ini. Sebenarnya masih banyak golongan atau kelompok murjiah lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kebatilan juga senantiasa berselisih dan berpecah belah. Di antara tokoh-tokoh terkenal penganut Irja seperti: Ghoilan, Jahm bin Sofwan, Yunus as Samari, Muhammad bin Kiram, Abu Tsauban dan lain-lain.