MATURIDIYAH
- Maturidiyah
Maturidiyah merupakan pengikut Abu Manshur Muhammad bin Mahmud Al-Maturidiyah yang lahir di Samarkand pada pertengahan ke-2 dari abad IX Masehi dan meninggal di tahun 944 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham teologinya banyak bersamaan dengan paham-paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem pemikiran yang ditimbulkan oleh Abu Manshur termasuk dalam golongan teologi Ahlu Sunnah hanya saja ada beberapa ajarannya yang menyimpang dari aqidah Ahlus Sunnah. Disebut Maturidiyyah karena dinisbatkan kepada negerinya “Maturi dan pengikut pahamnya disebut Maturidiyah.
Di antara tokoh-tokoh Al-Maturidi setelah Abu Manshur Al-Maturidiyyah adalah Al-Badzawi (492 H), Abu Ma’in An-Nafasi (508 H), Abu Nafs Najmudin An-Nasafi (538 H), Kamal Ibnu Humam (861 H).
Salah satu pengikut utama dari Al-Maturidi adalah Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi (421-493 H). Nenek Al-Bazdawi adalah murid Al-Maturidi. Al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran Al-Maturidi dari orang tuanya. Al-Bazdawi sendiri memiliki murid-murid dan salah seorang dari mereka adalah Najmudin Muhammad An-Nasafi (460-537 H), pengarang buku Al-Aqaidah Nasafiah.
Al-Badzawi tidak selalu sepaham dengan Maturidi. Oleh karena itu aliran Maturidiyah terdapat dua golongan. Pertama, golongan Samarkand yaitu pengikut al-Maturidi. Golongan ini memiliki paham lebih dekat dengan Mu’tazilah. Kedua, golongan Buhara yaitu pengikut Al-Badzwi. Golongan ini lebih dekat kepada Al-Asy’ariyyah.
- Pemikiran-Pemikiran Maturidiyah
Al-Maturidiyah banyak memakai akal dalam teologinya. Oleh karena itu di antara teologinya dan teologi yang ditimbulkan oleh Al-Asy’ari terdapat perbedaan meskipun keduanya timbul sebagai reaksi aliran Mu’tazilah.
Dalam masalah sifat-sifat Alloh terdapat persamaan antara Al-Asy’ari dan Al-Maturidi. Menurutnya Alloh juga mempunyai sifat-sifat, namun menurut pendapatnya Alloh mengetahui bukan Dzat-Nya, tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan berkuasa bukan dengan Dzat-Nya.
Dalam masalah perbuatan-perbuatan manusia, Al-Maturidi sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian ia memiliki paham Qadariyah dan bukan Jabariyah.
Al-Maturidi juga tidak sepaham dengan Mu’tazilah tentang al-Qur’an, dalam hal ini sependapat dengan Al-Asy’ari yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah kalam Alloh, tidak diciptakan akan tetapi bersifat qodim. Mengenai soal dosa besar Al-Maturidi sepaham dengan Al-Asy’ari bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Alloh kelak di akhirat. Ia pun menolak paham posisi menengah kaum Mu’tazilah. Tetapi soal Al-Wa’ad wa Al-Wa’id Al-Maturidi sepaham dengan Mu’tazilah bahwa janji-janji dan ancaman-ancaman Alloh mesti terjadi kelak. Adapun pemikiran lainnya, seperti:
- Akal dan wahyu
Al-Mathuridi bertentangan dengan pendirian Asy-‘Ariyyah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa akal dapat mengetahui kewajiban manusia berterima kasih kepada Alloh.
Al-Badzawi berkata, “Percaya kepada Alloh dan berterima kasih pada-Nya sebelum adanya wahyu adalah wajib dalam paham mu’tazilah.” Syaikh Abu Manshrur Al-Mathuridi dalam hal ini sepaham dengan Mu’tazilah.
Menurut Al-Mathuridi, akal dapat mengetahui sifat baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdapat dalam yang buruk, dengan demikian akal juga tahu bahwa berbuat buruk adalah buruk dan berbuat baik adalah baik, dan pengetahuan inilah yang memastikan adanya perintah dan larangan. Akal kata Al-Mathuridi selanjutnya mengetahui bahwa sikap adil dan lurus adalah baik dan bersikap adil dan tak lurus adalah buruk. Oleh karena itu akal memandang mulia terhadap orang yang adil dan lurus dan memandang rendah terhadap orang yang tidak adil dan tak lurus.
- Perbuatan manusia.
Golongan Maturidiyyah menyatakan bahwa perbuatan manusia adalah juga ciptaan Alloh. Dalam hal ini, Al-Maturidiyyah menyatakan bahwa ada dua perbuatan, perbuatan Alloh dan perbuatan manusia. Perbuatan Alloh berupa penciptaan daya dalam diri manusia dan pemakaian daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia. Daya diciptakan bersama-sama dengan perbuatan, jadi tidak sebelum perbuatan sebagaimana dikatakan kaum Mu’tazilah. Perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan. Pemberian pahala dan hukuman, didasarkan atas pemakaian daya yang diciptakan. Dengan demikian manusia diberi hukuman atas kesalahan pemakaian daya dan diberi pahala atas pemakaian yang benar dari daya.
- Pengiriman rasul-rasul.
Kaum Maturidiyyah golongan Bukhara, sesuai dengan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Alloh, maka menurut mereka pengiriman Rasul tidak bersifat wajib, hanya bersifat mungkin. Sedangkan golongan Samarkand menyatakan bahwa pengiriman rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban bagi Alloh. Menurut mereka akal tidak bisa mengetahui segala apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan ghaib.
- Janji dan ancaman.
Kaum Mathuridiyah Bukhara, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Badzawi berpendapat bahwa tidak mungkin Alloh melanggar janjinya untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin Alloh membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu nasib orang yang berbuat dosa besar ditentukan oleh kehendak Alloh. Jika dia berkehendak memberi ampunan maka akan memasukannya bukan ke dalam neraka, tetapi ke dalam surga.
- Sifat-sifat Alloh.
- Sifat Alloh pada umumnya.
Kaum Maturidiyah golongan Bukhara, berpendapat bahwa Alloh mempunyai sifat-sifat. Sifat-sifat Alloh kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam Dzat Alloh dan bukan melalui sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Alloh Bersama-sama sifat-Nya kekal, tetapi sifat itu sendiri tidaklah kekal.
- Melihat Alloh.
Alloh dapat dilihat manusia dengan mata kepala di akhirat nanti. Alloh berkuasa mutlak dan dapat mengadakan apa saja. Sebaliknya akal manusia lemah dan tak selamanya sanggup memahami perbuatan dan ciptaan Alloh.