INTI AJARAN KEJAWEN BAG. 1
Dapat kita ketahui bahwa ajaran kebatinan atau Kejawen memiliki aliran yang beragam, dan yang paling besar adalah aliran Sapto Darmo. Berikut ini akan dijelaskan inti ajarannya kemudian juga secara umum tentang ajaran Kejawen terutama yang disebut dengan Islam Abangan disertai dengan timbangannya dalam agama Islam.
Tujuan Kewajiban Suci (Sapto Darmo). Penganut Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut 7 Wawarah Suci yaitu:
- Setia dan tawakal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal).
- Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang Negara.
- Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa bangsa.
- Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan atas dasar cinta kasih.
- Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri sendiri.
- Hidup dalam masyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.
- Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro manggiling).
Bantahannya: Salah satu dari ajaran Sapto Darmo dalam Panca Sifat Manusia –yang perlu dikritisi- adalah bahwa hanya ruhani manusia yang berasal dari sinar cahaya Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi. Dalam pandangan Islam keyakinan seperti ini sangat bathil. Sebab semua yang ada di alam semesta ini selain Allah adalah makhluk; dan semua makhluk adalah tidak kekal, termasuk juga manusia, baik ruhnya maupun jasadnya. Manusia adalah makhluk; yang diciptakan oleh Allah dari tanah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat ash-Shaffat ayat 11:
إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِنْ طِينٍ لَازِبٍ
Artinya: “… Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.” (QS. Ash-Shoffat: 11)
Dalam ayat lain disebutkan bahwa manusia diciptakan dari at-thin (tanah), sebagaimana dikatakan oleh Iblis laknatullahu ‘alaihi ketika menolak bersujud kepada Adam ‘alaihis-salam, ia berdalih:
خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
Artinya; “Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau ciptakan dia (Adam) dari tanah.” (QS. al-A’raf [7]: 12)
Karena manusia itu makhluk, maka baik ruh maupun jasadnya tidak ada yang abadi. Keyakinan Sapto Darmo tentang keabadian ruh manusia muncul dari anggapan mereka bahwa pada diri manusia terdapat ‘persatuan dua unsur’ yaitu unsur jasmani -dari tanah- dan unsur ruhani -yang mereka dakwakan sebagai- cahaya Allah yang abadi. Dalam terminologi kebatinan hal itu disebut dengan ajaran Panteisme, yakni bersatunya unsur Tuhan (Laahut) dan unsur manusia (Naasut).
Terhadap pandangan yang menyatakan bahwa ruh itu abadi, al-Allamah Ali bin Ali bin Muhammad bin Abil ‘Izzi menjelaskan; “Dikatakan bahwa ruh itu azali (qadim). Padahal para Rasul telah bersepakat bahwa ruh itu baru, makhluk, diciptakan, dipelihara, dan diurus. Ini adalah perkara yang telah diketahui secara pasti dalam agama bahwa alam itu baru (muhdats). Para sahabat dan tabi’in juga memahami yang seperti ini kecuali setelah muncul pemikiran yang bersumber dari orang yang dangkal pemahamannya terhadap al-Qur’an dan As-Sunnah lalu menyangka bahwa ruh itu qadim. Dia berhujjah bahwa ruh itu termasuk urusan Allah (min amrillah) sedangkan amrullah bukan makhluk karena di-sandarkan kepada Allah seperti ‘ilmu (ilmu), qudrah (kemampuan), sama’ (pendengaran), bashar’ (penglihatan), dan tangan.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa ruh itu makhluk. Di antara ulama yang menyebutkan tentang ijma’ tersebut adalah Muhammad bin Nashr al-Muruziy, Ibnu Qutaibah, dan lainnya. Adapun dalil bahwa ruh itu makhluk adalah firman Allah Ta’ala:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya; ‘Allah-lah Pencipta segala sesuatu.’ (Q.S. Az Zumar: 62)”
Lalu Beliau melanjutkan keterangannya; “Allah Ta’ala adalah Al-Ilah yang memiliki sifat kesempurnaan. Maka ilmu-Nya, Kekuasaan-Nya, hidup-Nya, pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, dan semua sifat-sifat-Nya termasuk dalam sebutan nama-Nya. Maka Dia, Allah Subhanahu, Dzat maupun Sifat-Nya adalah Pencipta (Al-Khaliq) dan selain Dia adalah makhluk. Dan telah difahami secara pasti bahwa ruh itu bukan Allah dan bukan pula salah satu dari sifat Allah melainkan salah satu dari ciptaan-Nya.” Adapun terkait dengan penisbatan (idhafah) ruh kepada Allah maka Beliau menjelaskan; “Perlu diketahui bahwa penisbatan kepada Allah ada dua macam;
Pertama: Penisbatan sifat yang menyatu dengan dzat Allah seperti ilmu, qudrah, kalam, sama’, dan bashar. Maka penisbatan ini adalah penisbatan sifat kepada yang disifati (idhafatu shifah ila maushuf). Oleh karena itu ilmu, kalam, sama’, dan bashar adalah sifat Allah. Demikian juga wajah dan tangan Allah.
Dalam hal ini, Allah banyak menjelaskan dalam al-Qur`an, di antaranya adalah surat al-Baqarah ayat 75 tentang Kalam dinisbatkan kepada Allah:
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. Al-Baqarah: 75)
Tentang Wajah Allah, Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kalian menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 115)
Tentang Tangan-Nya, Allah befirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (QS. Al-Fath: 10)
Kedua: Penisbatan dzat yang terpisah (munfashilah) dari Allah seperti rumah, hamba, Rasul, dan ruh. Maka penisbatan rumah, hamba, rasul, dan ruh kepada Allah adalah penisbatan makhluk kepada Pencipta-Nya.” Penisbatan ini sebagai bentuk pemuliaan Allah terhadap makhluk. Berkaitan dengan hal ini, Allah berfirman dalam al-Qur`an misalnya tentang Unta yang Allah utus kepada kaum Tsamud.
فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا
Lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya.” (QS. Al-Syams: 13)