FIRQOH – FIRQOH SESAT UTAMA: QADARIYAH
- Pengertian dan Penisbatannya
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberikan penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Latar Belakang Kemunculan Aliran Qodariyah
Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghailan ad-Dimisyqy. Ma’bad adalah seorang tabi’in yang terpercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin memberikan informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan al-Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil paham ini. Orang Irak yang dimaksud sebagaimana yang dikatakan Muhamad Ibnu Syu’aib yang memperoleh dari Al-Auza’i.
Berbeda dengan Abu Zahra beliau mengungkapkan bahwa pada akhir masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dan pemerintahan Bani Umayah, kaum muslimin membincangkan masalah Qadha dan Qadar. Sebagaian mereka, yaitu penganut paham Jabariyyah, memahaminya secara berlebihan sehingga meniadakan kehendak manusia dalam melakukan perbuatannya. Sebagian lagi yang berlebihan yaitu, penganut paham Qadariyah, mengatakan bahwa semua perbuatan manusia adalah karena kehendaknya sendiri, bebas dari kehendak Alloh. Dari sinilah paham Qadariyah terbentuk.
- Tokoh-Tokoh Utama Qodariyah
Tokoh utama Qodariyah adalah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan ad-Dimasqy. Kedua tokoh inilah yang mempersoalkan tentang Qodar. Semasa hidupnya, Ma’bad Al-juhaini berguru kepada Hasan Al-Bashri, sebagaimana Washil bin Atho’. Tokoh pendiri Mu’tazilah. Jadi Ma’bad Al-Juhani termasuk tabi’in atau generasi kedua sesudah nabi. sedangkan Ghailan, semula tinggal di Damaskus. Ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang yang tertarik dengan kata-kata dan pendapatnya.
Kedua tokoh Qodariyah ini mati terbunuh. Ma’bad Al-Juhani terbunuh dalam pertempuran melawan Al-Hallaj tahun 80 H. Ia terlibat politik dengan mendukung Gubernur Sajistan, Abdurrahman Al-Asy’at, menentang kekuasaan Bani Umayah. Sedangkan Ghailan Al-Dimasqi dihukum mati pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M), Khalifah Dinasti Umayah ke sepuluh. Hukuman mati atas Ghailan Al-Dimasqi dilakukan karena ia terus menyebarluaskan paham Qadariyah yang dinilai membahayakan pemerintah. Ghailan ad-Dimisqi gigih menyiarkan paham ini di Damaskus sehingga mendapat tekanan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Meskipun mendapat tekanan Ghailan ad-Dimisqi tetap menjalankan aktivitasnya hingga Umar wafat dan digantikan oleh Yazid II (720-724 M). Baru pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik gerakan Ghailan ad-Dimasqi terhenti dengan eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepadanya.
- Doktrin Pokok Aliran Qodariyah
- Orang yang melakukan dosa besar itu bukan kafir dan mukmin tetapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
- Alloh tidak menciptakan amal perbuatan manusia, manusia sendirilah yang menciptakan segala amal perbuatannya dan oleh karena itu manusia akan memperoleh balasan baik (surga) atas segala amalannya yang baik, dan menerima balasan yang buruk (neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa. Dari sini menurut mereka Alloh bisa dikatakan adil.
- Alloh itu esa atau satu dalam arti Alloh tidak memiliki sifat-sifat azali seperti, ilmu, Qudroh, hayat, mendengar, dan melihat yang bukan dengan Dzat-Nya sendiri. Tidak ada sifat-sifat yang menambah pada Dzat Alloh. Pendapat yang mengatakan bahwa Alloh itu memiliki sifat-sifat qodim, qudrah, dan yang lainnya itu, menurut mereka sama dengan mengatakan bahwa Alloh itu lebih dari satu, padahal Alloh itu satu dan tidak bersekutu dalam segala hal dan keadaan.
- Akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk walaupun Alloh tidak menurunkan agama.
Ayat-ayat yang dipakai sandaran mereka untuk menguatkan pendapat mereka antara lain. Alloh Ta’ala berfirman:
أَوَلَمَّآ أَصَٰبَتۡكُم مُّصِيبَةٞ قَدۡ أَصَبۡتُم مِّثۡلَيۡهَا قُلۡتُمۡ أَنَّىٰ هَٰذَاۖ قُلۡ هُوَ مِنۡ عِندِ أَنفُسِكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١٦٥
“Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuh kalian (pada peperangan Badar), kalian berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) diri kalian sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. “ (QS. Ali Imran: 165)
Alloh Ta’ala berfirman:
وَمَن يَكۡسِبۡ إِثۡمٗا فَإِنَّمَا يَكۡسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفۡسِهِۦۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا ١١١
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. an-Nisa’: 111)
Alloh Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. ar-Ro’d: 11)
Alloh Ta’ala berfirman, “Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. al-Kahfi: 29)