LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)
Didirikan oleh Mendiang Nur Hasan Ubaidah Lubis (Luar Biasa), awalnya bernama Darul Hadits (DH) tahun 1951. Karena meresahkan masyarakat Jawa Timur maka DH dilarang oleh PAKEM – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Kemudian berganti nama menjadi Islam Jama’ah. Banyak artis yang tertarik dengan ajaran ini antara lain karena adanya ajaran tebus dosa. Karena kembali meresahkan masyarakat di Jakarta akhirnya dilarang melalui SK Jaksa Agung RI No. Kep.-08/D.A/10.1971 tanggal 29 Oktober 1971.
Karena dilarang, maka Imam Jama’ah ini meminta perlindungan kepada Letjen. Ali Murtopo wakil Kepala Bakin yang terkenal sangat anti Islam. Setelah mendapat perlindungan maka menyatakan diri masuk Golkar dan berganti nama menjadi LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam). Karena meresahkan masyarakat Jawa Timur kemudian dibekukan oleh Gubernur Jawa Timur Sularso. Dalam mubes di Asrama Haji Pondok Gede tahun 1990, LEMKARI berganti nama menjadi LDII atas anjuran Mendagri Rudini agar tidak rancu dengan nama LEMKARI (Lembaga Karatedo Indonesia).
Imam mereka, Nur Hasan Ubaidah meninggal tanggal 31 Maret 1982 dalam kecelakaan lalu lintas antara Tegal Cirebon di dalam mercy Tiger B 8418 EW tatkala ingin menghadiri kampanye Golkar. Sang Imam meninggalkan harta yang banyak dan digantikan oleh putranya Abdu Dhohir dan dibaiat sebelum mayat ayahnya dikubur.
Perwakilan gerakan ini berkembang hingga ke Amerika, Suriname, Australia, Jerman bahkan di Arab Saudi.
Pokok-Pokok Ajaran Islam Jama’ah / LDII:
- Orang Islam di luar kelompok mereka adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tua sekalipun.
- Kalau ada orang di luar kelompok mereka yang melakukan shalat di masjid mereka maka bekas tempat sholatnya dicuci karena dianggap sudah terkena najis.
- Wajib taat pada amir atau Imam mereka.
- Mati dalam keadaan belum baiat kepada Amir/Imam LDII maka akan mati jahiliyah (kafir).
- Al Qur’an dan Hadits yang boleh diterima adalah yang manqul (yang keluar dari mulut Imam/Amir mereka) selain itu haram diikuti.
Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah “Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. - Haram mengaji Al Qur’an dan Hadits kecuali kepada Imam/Amir mereka.
- Dosa bisa ditebus kepada sang Amir atau Imam dan besarnya tebusan tergantung besar kecilnya dosa yang diperbuat dan ditentukan oleh Amir/Imam.
- Harus rajin membayar infak, shodaqoh dan zakat kepada Amir/Imam mereka. Selain kepada mereka adalah haram.
- Harta benda di luar kelompok mereka dianggap halal untuk diambil atau dimiliki dengan cara bagaimanapun, misalnya: merampok, mencuri, korupsi dll. asal tidak ketahuan. Bila berhasil menipu orang Islam diluar mereka dianggap berpahala besar.
- Bila mencuri harta orang selain LDII ketahuan maka kesalahannya adalah ketahuan itu.
- Harta, zakat, infaq dan shodaqoh yang sudah diberikan kepada Amir/Imam haram ditanyakan catatannya atau penggunaannya.
- Haram membagikan daging Qurban/Zakat Fitrah kepada orang Islam diluar kelompoknya.
- Haram shalat di belakang Imam yang bukan dari kelompok mereka, kalaupun terpaksa tidak perlu wudhu dan harus diulang.
- Haram menikahi orang di luar kelompoknya.
- Perempuan LDII kalau mau bertamu di rumah orang selain kelompoknya harus memilih waktu haid (dalam keadaan kotor).
- Kalau ada orang di luar kelompok mereka bertamu ke rumah mereka maka bekas tempat duduknya harus dicuci karena dianggap najis.
FATWA MUI TENTANG LDII
MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo.