Dahulu kala ada kaum ‘Add dan Tsamudz yang Allah binasakan, ada kaum nabi Luth yang Allah putarbalikan, bahkan pernah pula bumi ini Allah tenggelamkan pada zamannya nabi Nuh AS.
Sunggu mudah bagi Allah untuk menciptakan dan membinasakan, mengadakan dan meniadakan, memberi dan mengambil, kesemua kejadian yang Allah tunjukan kepada kita tidak lain adalah ayat-ayat yang ingin Allah sampaikan kepada kita sebagai peringatan dan pembelajaran.
Bencana Tsunami Aceh, gempa Lombok, dan sekarang Allah perlihatkan lagi bencana yang sangat memilukan untuk kita, yaitu bencana Gempa, Tsunami Serta lumpur di Palu – Donggala.
Sampai saat ini sudah lebih dari 800 korban meninggal dalam bencana ini. Yang paling menggemparkan adalah kejadian hilangnya satu kampung petobo yang ditaksirkan memakan lebih dari 700 korban.
Kampung Petobo tertimbun lumpur hitam yang berasal dari tanggul kali yang terletak di bagian timur Kelurahan Petobo, Jalan H.M. Soeharto.
Kejadian tersebut bertepatan pada saat Magrib, tanggul yang roboh ketika gempa mengguncang rumah-rumah penduduk. Lumpur setinggi 5 meter itu mengakibatkan setidaknya ratusan rumah, jalanan, dan bangunan menjadi rusak.
Dr Eka Erwansyah Seorang relawan Mengisahkan, dalam pandangannya bencana Palu ini bukanlah bencana “Luar Biasa” tapi “Sangat Luar Biasa”.
Ia menuturkan baiasanya dalam satu bencana hanya ada 1 atau 2 “pembunuh”. Biasanya gempa saja, atau Gempa plus tsunami.
Bencana Aceh didahului gempa tapi “sang pembunuh” sebenarnya adalah hanya 1 yaitu tsunami.
Di Kota Palu sendiri ada TIGA “Pembunuh”:
*1. gempa* (banyak korban tertimbun reruntuhan bangunan)
*2. Tsunami* (sekitar 1000 org disekitar pantai sedang persiapan Festival Nomini) tersapu oleh tsunami)
*3. Lumpur.* (Ada perkampungan yang hilang akibat lumpur yang menyembur dari dalam bumi dan dalam sekejap menenggelamkan 1 perkampungan. Diperkirakan sekitar 700 orang terkubur hidup2.. ada juga sekitar 200 orang siswa SMA sedang kemah juga terkubur dalam lumpur yg tiba2 menyembur dan menimbun mereka).
Kebetulan saat itu Dr Erwansyah yang tergabung dalam Tim DVI Unhas sudah berada di lokasi sejak pagi.
Ketika menghimpun data ante mortem korban, Ia tidak kuasa menahan tangis. Yaitu saat seorang Bapak yang melaporkan anaknya yang hilang. Bapak itu menuturkan. Ketika itu ia mengantarkan anaknya mengaji.. rumahnya dan rumah tempat mengaji hanya dipisahkan oleh jembatan..
Begitu anaknya sampai, Sang ayah kembali ke rumahnya.. tak lama mau masuk ke rumah tiba-tiba mendengar bunyi bbluuumm.. sang ayah balik badan dan hanya melihat hamparan tanah kosong berlumpur.. ia bergumam kemana perginya rumah2 satu perkampungan??? Hanya dalam hitungan detik.
Subhanallah, mungkin hanya 0.01% saja kepedihan yang kita rasakan saat menyaksikan bencana ini dari jauh, namun perasaan itu mampu membuat luka dalam hati kita sebagai saudara. Lalu bagaimanakah perasaan mereka yang langsung merasakan sakitnya luka-luka, pedihnya kehilangan harta dan anggota keluarga, sungguh keadaan yang tak pernah terbayangkan.