TOKOH-TOKOH AHLI BID’AH
Setelah berbicara tentang sejarah perpecahan umat, ada baiknya kita lanjutkan pembicaraan tentang asal usul bid’ah. Guna mengetahui tokoh-tokoh pencetus kelompok-kelompok sesat yang merupakan biang perpecahan. Yaitu oknum-oknum yang mengusung bid’ah tersebut hingga menjadi pemimpin-pemimpin sesat sampai hari Kiamat. Hingga sepeninggal mereka, terbuka lebarlah pintu perpecahan, semakin bertambahlah orang-orang yang menyesatkan. Di antara oknum-oknum tersebut ialah:
- Pelopor perpecahan : Ibnu Sauda’ Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi, seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam. Berikut pengikut dan konco-konconya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34H. Ibnu Sauda’ ini memadukan antara bid’ah Khawarij dan Syi’ah.
- Setelah itu Ma’bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80H) meluncurkan pemikiran bid’ah seputar masalah takdir sekitar tahun 64H. Ia menggugat ilmu Allah dan takdir-Nya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Di samping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.
- Kemudian muncullah Ghailan Ad-Dimasyqi yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun 98H. Dan juga dalam masalah ta’wil, ta’thil (mengingkari sebagian sifat-sifat Allah) dan masalah irja[1] (pemikiran bahwa iman itu tidak bertambah dan berkurang). Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk di antara yang menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid’ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid’ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid’ahnya. Ghailan ini akhirnya dibunuh setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105H.
- Setelah itu muncullah Al-Ja’d bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H). Ia mengembangkan pendapat-pendapat sesat itu. Dan meracik antara bid’ah Qadariyah dengan bid’ah Mu’aththilah[2] dan ahli ta’wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja’d ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun pemikirannya, para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun dibunuh oleh Khalid bin Abdullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja’d ini sangat mashur, Khalid berpidato seusai menunaikan shalat ‘Idul Adha :
“Sembelihlah hewan kurban kalian, semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja’d bin Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalil-Nya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara …… dan seterusnya”. Kemudian beliau turun dari mimbar dan menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 124H.
- Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid’ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid’ah baru. Akibat ulahnya muncullah bid’ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja’d, bahkan ia menambah lagi dengan bid’ah ta’thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid’ah ta’wil, bid’ah irja’, bid’ah Jabariyah[3], bid’ah Kalam[4], tidak meyakini Allah bersemayam di atas Arsy, menolak sifat Al-‘Uluw (yang maha tinggi) bagi Allah, menolak ru’yah[5]. Al-Jahm dihukum mati pada tahun 128H.
- Dalam waktu yang bersamaan, munculah pula Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubeid. Mereka berdua meletakkan dasar-dasar pemikiran Mu’tazilah Qadariyah. Setelah itu terbukalah pintu perpecahan. Kelompok Rafidhah mulai berani menyatakan terang-terangan aqidah dan keyakinannya. Kemudian sekte Syi’ah ini terpecah belah menjadi beberapa golongan. Lalu muncullah kaum Musyabbihah[6] dari kalangan Syi’ah melalui tokoh-tokohnya seperti Daud Al-Jawaribi, Hisyam bin Al-Hakam, Hisyam bin Al-Jawaliqi dan lain-lain. Mereka itulah peletak dasar ajaran Musyabbihah dan pelopornya. Mereka juga termasuk pengikut ajaran Syi’ah. Kemudian muncullah Al-Mutakallimun (Ahli Kalam) seperti Al-Kullabiyah[7], Al-Asy’ariyah[8] dan Al-Maturidiyah. Lalu muncul pula aliran-aliran sufi dan ahli-ahli filsafat. Dengan demikian, pintu perpecahan terbuka luas bagi setiap orang sesat, ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu. Sehingga tertancaplah dasar-dasar perpecahan di antara kaum muslimin sekarang ini. Sampai hari ini, ekses-ekses perpecahan masih terlihat di antara kaum muslimin. Bahkan terus bertambah dengan muculnya bid’ah-bid’ah dan penyimpangan-penyimpangan baru di samping perpecahan yang sudah ada, sejalan dengan hawa nafsu manusia yang sudah begitu akrab dengan bid’ah kesesatan.
Sedekah Beras untuk Santri, Yatim dan Dhuafa
- Sebagian orang mengira bahwa kelompok-kelompok bid’ah ini sudah sirna dan sudah menjadi koleksi sejarah masa lalu. Entah karena kejahilan mereka atau karena pura-pura tidak tahu! Asumsi seperti itu jelas keliru. Setiap golongan sesat yang besar dan berbahaya di masa lalu masih tetap ada sampai sekarang di tengah-tengah kaum muslimin. Bahkan semakin banyak, semakin berbahaya dan semakin menyimpang. Rafidhah dengan sekte-sektenya yang batil serta golongan Syi’ah lainnya, Khawarij, Qadariyah, Mu’tazilah, Jahmiyah, Ahli Kalam, Kaum Sufi dan Ahli Filsafat, masih berusaha menyesatkan umat. Bahkan mereka mulai berani menampakkan taring, mempromosikan aqidah mereka dengan cara yang lebih keji dari pada sebelumnya. Karena pada hari ini mereka mengklaim ajaran mereka sebagai ilmu pengetahun, wawasan dan pemikiran. Di samping minimnya pemahaman kaum muslimin tentang agama mereka dan kejahilan mereka tentang aqidah yang benar. Cukuplah Allah sebagai pelindung kita, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.
[1] [Pemikiran bahwa Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang]
[2] [Orang-orang yang menolak sifat-sifat Allah]
[3] Meyakini bahwa manusia tidak ikhtiar dalam amal perbuatannya
[4] Meyakini bahwa Al-Qur’an adalah mahluk bukan Kalamullah
[5] Menolak meyakini Allah dapat dilihat kaum mukminin di Surga pada hari Kiamat
[6] Orang-orang yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluknya
[7] Pengikut Ibnu Kullab. Inti aqidah mereka ialah hanya menetapkan beberapa sifat Allah saja.
[8] Pengikut Abul Hasan Al-Asy’ari yang inti aqidah mereka sama dengan Al-Kullabiyah dengan sedikit perbedaan.