APA yang terpikir tentang cinta sejati?
Memikirkan cinta, biasanya pikiran kita akan langsung tertuju pada pujaan hati. Pada dia yang namanya sering disebut tatkala rindu datang menyapa kalbu. Kemungkinan lainnya bila masih single, pikiran akan langsung tertuju pada jodoh. Pun bila sudah menikah, suami atau istri yang akan terpikirkan atau juga buah hati.
Apakah itu salah? Tidak. Itu tetap cinta. Namun, perlu dipahami, bahwa cinta adalah kesucian. Sebuah naluri berkasih sayang yang Allah embuskan pada tiap-tiap kalbu manusia untuk merasakan sebuah Kebesaran Allah. Agar manusia hidup damai, memiliki kasih sayang dengan manusia lainnya.
“Dan di antara tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum: 21)
Dalam cinta kita lemah, karena posisi jiwa kita salah. Kita mencintai seseorang lalu kita menggantungkan kebahagiaan kita pada sebuah kehidupan bersamanya. Maka ketika ia menolak –atau tak beroleh kesempatan-, untuk hidup bersama kita, itu menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Dan mungkin bukan karena cinta itu sendiri. Tapi karena kita meletakkan kebahagiaan pada cinta yang diterjemahkan sebagai kebersamaan.
Bila seseorang mengekspresikan cinta dalam bentuk maksiat, seperti zina, itu bukan cinta yang salah, tetapi pelakunya. Cinta tidak pernah salah dan tidak pula buta, melainkan pelakunya. Mereka membalut cinta dengan nafsu, bukan dengan iman.
Seharusnya cinta membuat hati tergerak untuk lebih dekat pada Allah. Bukan malah menjauh, apalagi sampai gila. Karena cinta itu bersih, bukan sebuah noda tak kasat mata. Bukan pula sebuah kehinaan yang menjerumuskan pada rasa malu berkepanjangan.
Jadilah Manusia yang Paling Dicintai Allah: Bantu Pangan Yatim dan Dhuafa
Berbicara cinta, maka tidak akan lepas dari wanita. Ya, wanita sebagai icon utama dalam persoalan cinta.
Allah ﷻ menciptakan wanita dengan kelebihan yang luar biasa, hingga tidak pernah kering tinta menuliskannya. Wanita memiliki keindahan penciptaan yang menyenangkan ketika dipandang. Wanita memiliki kelembutan yang mendamaikan. Luar biasanya lagi, wanita memiliki kelemahan yang sering kali lebih didengungkan.
Bagaimana wanita harus menyikapi cinta?
Di tengah teknologi yang semakin berkembang, ternyata tidak sedikit wanita yang terjerumus pada kata ‘murah’. Mereka mengobral diri dengan berjoget-joget di aplikasi video atau media sosial. Sejatinya wanita adalah pendidik generasi, tetapi kelakuan mereka membuat mengelus dada karena lebih erotis dibandingkan belut sawah yang licin.
Tidak sedikit pula kaum pria yang tergoda, ujung-ujungnya kenalan dan menjalin kasih. Parahnya ada yang sampai bermaksiat. Menjadi perebut suami orang, pun pria yang menjadi perebut istri orang. Dengan bangga mereka mengatakan semua karena cinta.
Wanita, Allah ﷻ muliakan dengan berbagai kemuliaan. Salah satunya surga saja berada di bawah kaki ibu, bukan?
Wanita tercipta sebagai makhluk yang mahal. Karenanya jangan menjual anugerah-Nya dengan harga yang murah. Jadilah seperti Rumaisha binti Milhan atau yang kita kenal Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim adalah ibunya Anas bin Malik. Seorang wanita yang cerdas, bahkan melahirkan anak yang cerdas pula. Siapa yang tidak kenal Anas bin Malik? Lebih dari 2000 hadits diriwayatkannya, bukti pendidikan ibunya begitu luar biasa.
Berita tentang kecerdasan Anas bin Malik dan ibunya yang hebat tersebar ke mana-mana. Kemuliaan dan kebaikan Ummu Sulaim terdengar di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan di zaman itu.
Dengan penuh cinta dan kekaguman Abu Thalhah berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhah pun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim.
“Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan? Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya.”
Ditolak oleh Ummu Sulaim, Abu Thalhah yang selama ini hidup bergelimpang harta merasa sesak dadanya. Mana mungkin dirinya ditolak? Ia pun pergi dan hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar. Namun, cintanya yang tulus membuat Abu Thalhah kembali datang dengan mahar yang paling istimewa. Harapannya, Ummu Sulaim bisa luluh dan mau menerimanya.
Sebagai wanita yang cerdas, Ummu Sulaim tak silau dengan harta, kehormatan, dan kegagahan. Lalu ia berkata dengan santun, “Tidak pantas orang sepertimu ditolak wahai Abu Thalhah. Namun, engkau seorang kafir sedang aku seorang muslimah yang tidak pantas bagiku untuk menikah denganmu.”
Lalu Abu Thalhah berkata, “Itu bukan kebiasaanmu.”
“Apa kebiasaanku?” jawab Ummu Sulaim.
“Emas dan perak.”
“Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas dan perak, tetapi aku hanya inginkan dirimu berislam.”
Abu Thalhah lalu berkata, “Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?”
“Yang akan mengenalkan hal itu adalah Rasulullah ﷺ.”
Pergilah Abu Thalhah menemui Nabi ﷺ Ketika itu Nabi ﷺ sedang duduk bersama para sahabatnya.
Saat melihat Abu Thalhah, Nabi ﷺ bersabda, “Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat keislaman.”
Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhah pun akhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkannya. Islam.
Tsabit seorang perawi hadits berkata, dari Anas, “Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya daripada Ummu Sulaim yang mana maharnya adalah Islam.”
Tonton video edukasi Hasmi Peduli: @HasmiPeduliorg
Itulah sepenggal kisah seorang wanita menyikapi cinta. Bukan tentang kekayaan, emas, ataupun sebatas kepuasan ketika bersama.
Ketika cinta menyatu, seharusnya taat itu mudah diraih. Bersamanya surga terbayang, hingga sama-sama saling mengingatkan.
Bila dalam persoalan cinta sejati selama ini yang menjadi inspirasi adalah kisah cintanya Romeo dan Juliet, maka lupakan. Kisah keduanya bukan kisah cinta sejati, melainkan kisah dua manusia bodoh. Islam punya kisah-kisah cinta sejati yang luar biasa. Bukan dongeng semata, tetapi kisah nyata.
Sebagaimana Khadijah radhiyallahu’anha, perempuan konglomerat bermahkota kehormatan, bermandikan gemilang karier, mau menghabiskan hartanya untuk dakwah dan menemani suaminya hidup menderita dalam tekanan embargo. Itulah cinta.
Namun, ada cinta sejati yang lebih dahsyat dan tidak banyak disadari oleh manusia. Sudahkah kita membalasnya?
Cinta sejati itu saat kau berniat melakukan kebaikan, dihitung satu pahala, sedangkan saat kau berniat melakukan keburukan, Ia rahasiakan niatmu itu.
Cinta sejati itu, saat kau mendekat pada-Nya satu jengkal, Ia mendekat padamu satu hasta. Saat kau mendekat satu hasta, Ia mendekat padamu satu depa. Saat kau mendekat dengan berjalan, Ia mendekat dengan berlari.
Cinta sejati itu, saat kau bahkan melupakan-Nya, Ia tetap memberikan seluruh kasih sayangnya. Menunggumu kembali, membukakan pintu maaf yang amat luas, bahkan jika kesalahanmu sebesar gunung.
Tidak ada yang lebih sejati dari cintanya Allah. Sumber kebahagiaan, dan tidak pernah mengecewakan.
Cinta Sejati, Oleh: Eneng Susanti
Disalin dari https://www.islampos.com/cinta-sejati-2-235969/